Senin, 11 April 2011

PERDA NO 1 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 1 TAHUN 2010

TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Menimbang :
a. bahwa untuk melaksanakan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan serta dalam rangka pemberian perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat yangmana hanya dapat terlaksana apabila didukung oleh pelayanan yang profesional dan peningkatan kesadaran penduduk sehingga perlu diatur Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Kabupaten Kotawaringin Barat;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474);

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4634);

10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3050);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3730);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4736);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

16. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;

17. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 14 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2008 Nomor 14);

18. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 18 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2008 Nomor 18, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 3).


Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PEWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

dan

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT


MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN


BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat;
2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat;
3. Bupati adalah Bupati Kotawaringin Barat;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat, yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
5. Instansi Pelaksana adalah perangkat Pemerintah Kabupaten yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan administrasi kependudukan;
6. UPTD Instansi Pelaksana adalah satuan kerja di tingkat kecamatan yang melaksanakan pelayanan Pencatatan Sipil dengan kewenangan menerbitkan akta;
7. Kantor Urusan Agama Kecamatan, yang selanjutnya disingkat KUAKec adalah satuan kerja pada Kantor Departemen Agama Kabupaten yang melaksanakan pencatatan nikah, talak, cerai dan rujuk pada tingkat kecamatan bagi penduduk yang beragama Islam;
8. Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan peristiwa penting yang dialami seseorang pada instansi pelaksana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
9. Petugas Registrasi adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan tanggung jawab memberikan pelayanan pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting serta pengelolaan dan penyajian data kependudukan di desa/ kelurahan;
10. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten;
11. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah Kabupaten dalam wilayah kerja Kecamatan;
12. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada di Kabupaten Kotawaringin Barat;
13. Rukun Tetangga dan Rukun Warga, yang selanjutnya disingkat RT dan RW adalah lembaga masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat, diakui dan dibina oleh pemerintah untuk memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang bedasarkan kegotongroyongan dan kekeluargaan serta untuk membantu meningkatkan kelancaran tugas pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan di kelurahan/ desa;
14. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penertiban dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain;
15. Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat, yang selanjutnya disebut Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Kabupaten Kotawaringin Barat;
16. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai Warga Negara Indonesia;
17. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia;
18. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;
19. Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/ atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;
20. Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata penduduk, pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan dan pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan serta penerbitan dokumen kependudukan berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan;
21. Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/ atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap;
22. Nomor Induk Kependudukan, yang selanjutnya disingkat NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia;
23. Kartu Keluarga, yang selanjutnya disingkat KK adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga;
24. Kartu Tanda Penduduk, yang selanjutnya disingkat KTP adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
25. Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang dalam register pencatatan sipil pada instansi pelaksana;
26. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan dan peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamatan budi luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia;
27. Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang selanjutnya disebut Penghayat Kepercayaan adalah setiap orang yang mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
28. Surat Perkawinan Penghayat Kepercayaan adalah bukti terjadinya perkawinan Penghayat Kepercayaan yang dibuat, ditandatangani dan disahkan oleh Pemuka Penghayat Kepercayaan;
29. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama, dan perubahan status kewarganegaraan.
30. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, yang selanjutnya disingkat SIAK adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di tingkat Penyelenggara dan Instansi Pelaksana sebagai satu kesatuan;
31. Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya;
32. Dokumen Identitas Lainnya adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Badan Hukum Publik dan Badan Hukum Privat yang terkait dengan identitas penduduk, selain Dokumen Kependudukan;
33. Izin Tinggal Terbatas adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing untuk tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang terbatas sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang¬-undangan;
34. Izin Tinggal Tetap adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing untuk tinggal rnenetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
35. Database Kependudukan adalah kumpulan berbagai jenis data kependudukan yang tersimpan secara sistematik, terstruktur dan saling berhubungan dengan menggunakan perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan komunikasi data;
36. Hak Akses adalah hak yang diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri kepada petugas yang ada pada Penyelenggara dan Instansi pelaksana untuk dapat mengakses database kependudukan sesuai dengan izin yang diberikan;
37. Pengguna Data Pribadi Kependudukan adalah instansi pemerintah dan swasta yang membutuhkan informasi data sesuai dengan bidangnya;
38. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah;
39. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi serta menemukan tersangkanya.


BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK

Pasal 2

Setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh :
a. dokumen kependudukan;
b. pelayanan yang sama dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;
c. perlindungan atas data pribadi;
d. kepastian hukum atas kepemilikan dokumen;
e. informasi mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas dirinya dan/ atau keluarga; dan
f. ganti rugi dan pemulian nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh Instansi Pelaksana.

Pasal 3

(1) Setiap penduduk wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
(2) Kartu Tanda Penduduk (KTP),Surat Keterangan Tinggal Terbatas (SKTT), Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS) dan Surat Keterangan Pindah Datang (SKPD) wajib dibawah oleh penduduk pemegang dokumen yang bersangkutan setiap saat meninggalkan rumah



BAB III

PENYELENGGARAAN KEWENANGAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4

Urusan administrasi kependudukan di daerah diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten dengan pelaksanaan pelayanan administrasi yang mengutamakan pelayanan prima yaitu sederhana,singkat dan jelas biayanya.

Bagian Kedua
Pemerintah Kabupaten

Pasal 5

Pemerintah Kabupaten mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan urusan administrasi kependudukan, yang dilakukan Bupati dengan kewenangan meliputi :
a. koordinasi penyelenggaraan administrasi kependudukan;
b. pembentukan instansi pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang administrasi kependudukan;
c. pengaturan teknis penyelenggaraan administrasi kependudukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan administrasi kependudukan;
e. pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang administrasi kependudukan;
f. penugasan desa untuk menyelenggarakan sebagian administrasi kependudukan;
g. pengelolaan dan penyajian data kependudukan berskala daerah;
h. koordinas pengawasan atas penyelenggaraan administrasi kependudukan.


Bagian Ketiga
Instansi Pelaksana

Pasal 6

Instansi Pelaksana di daerah adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kotawaringin Barat.

Pasal 7

(1) Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan dengan kewajiban yang meliputi :
a. mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa penting;
b. memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap penduduk atas pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting;
c. menerbitkan dokumen kependudukan;
d. mendokumentasikan hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;
e. rnenjamin kerahasiaan dan keamanan data atas peristiwa kependudukan dan peristiwa penting; dan
f. melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh penduduk dalam pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.

(2) Dikecualikan terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi Penduduk yang beragama Islam pada tingkat kecamatan karena dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUAKec.

(3) Pelayanan pencatatan sipil pada tingkat kecamatan dilakukan oleh UPTD Instansi Pelaksana dengan kewenangan menerbitkan Akta Pencatatan Sipil.

(4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk persyaratan dan tata cara pencatatan peristiwa penting bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 8

Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan dengan kewenangan yang meliputi :
a. memperoleh keterangan dan data yang benar tentang peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dilaporkan penduduk;
b. memperoleh data mengenai peristiwa penting yang dialami penduduk atas dasar putusan atau penetapan pengadilan;
c. memberikan keterangan atas laporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan pembuktian kepada lembaga peradilan; dan
d. mengelola data dan mendayagunakan informasi hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil untuk kepentingan pembangunan.

Pasal 9

Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, dalam melaksanakan ketentuan mengenai administrasi kependudukan, Instansi Pelaksana berwenang :
a. melakukan koordinasi dengan Kantor Departemen Agama Kabupaten dan Pengadilan Agama berkaitan dengan pencatatan nikah, talak, cerai dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam yang dilakukan oleh KUAKec;
b. melakukan supervisi bersama dengan Kantor Departemen Agama Kabupaten dan Pengadilan Agama mengenai pelaporan pencatatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam rangka pembangunan database kependudukan.

Pasal 10

Dalam melaksanakan ketentuan mengenai administrasi kependudukan, Instansi Pelaksana mempunyai tugas :
a. menyediakan dan menyerahkan blangko dokumen kependudukan dan formulir untuk pelayanan pencatatan sipil sesuai dengan kebutuhan;
b. meminta laporan pelaksanaan tugas, kewajiban dan kewenangan UPTD Instansi Pelaksana yang berkaitan dengan pelayanan pencatatan sipil;
c. melakukan pembinaan, pembimbingan dan supervisi terhadap pelaksanaan tugas, kewajiban dan kewenangan UPTD Instansi Pelaksana;
d. melakukan pembinaan, pembimbingan dan supervisi terhadap penugasan kepada desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf f.

Pasal 11

Dalam melaksanakan wewenang dan tugas mengenai administrasi kependudukan, Instansi Pelaksana :
a. melakukan koordinasi dengan Kantor Departemen Agama Kabupaten dalam memelihara hubungan timbal balik melalui pembinaan masing-masing kepada instansi vertikal dan UPTD Instansi Pelaksana;
b. melakukan koordinasi dengan instansi terkait kabupaten dalam penertiban pelayanan administrasi kependudukan;
c. meminta dan menerima data kependudukan dari perwakilan Republik Indonesia di luar negeri melalui Bupati; dan
d. melakukan koordinasi penyajian data dengan instansi terkait.

Bagian Keempat
UPTD Instansi Pelaksana

Pasal 12

(1) Pembentukan UPTD Instansi Pelaksana diprioritaskan pada kecamatan yang :
a. kondisi geografis terpencil, sulit dijangkau transportasi umum dan sangat terbatas akses pelayanan publik; dan/ atau
b. memerlukan pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat.

(2) UPTD Instansi Pelaksana dibentuk dengan Peraturan Daerah.

Pasal 13

Wilayah kerja UPTD Instansi Pelaksana dapat meliputi 1 (satu) kecamatan atau lebih yang secara geografis berdekatan.

Pasal 14

(1) UPTD Instansi Pelaksana berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Instansi Pelaksana.

(2) UPTD Instansi Pelaksana mempunyai tugas melakukan pelayanan pencatatan sipil, yang meliputi :
a. kelahiran;
b. kematian;
c. lahir mati;
d. perkawinan;
e. perceraian;
f. pengakuan anak;
g. pengesahan anak;
h. pengangkatan anak;
i. perubahan nama;
j. perubahan status kewarganegaraan;
k. pembatalan perkawinan;
l. pembatalan perceraian; dan
m. peristiwa penting lainnya.



(3) Pelaksanaan tugas pelayanan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima
Pejabat Pencatatan Sipil dan Petugas Registrasi

Pasal 15

Pejabat Pencatatan Sipil mempunyai kewenangan melakukan verifikasi kebenaran data, melakukan pembuktian pencatatan atas nama jabatannya, mencatat data dalam register akta Pencatatan Sipil, menerbitkan kutipan akta Pencatatan Sipil, dan membuat catatan pinggir pada akta-akta Pencatatan Sipil.


Pasal 16

Petugas Registrasi membantu Kepala Desa atau Lurah dan Instansi Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.


BAB IV

PENDAFTARAN PENDUDUK

Bagian Kesatu
Nomor Induk Kependudukan (NIK)

Pasal 17

(1) Setiap penduduk wajib memiliki NIK.
(2) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup dan selamanya, yang diberikan oleh Pemerintah dan diterbitkan oleh Instansi Pelaksana kepada setiap penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata.
(3) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam setiap dokumen kependudukan dan dijadikan dasar penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat Hak Atas Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya.
(4) Persyaratan, tatacara dan ruang lingkup penerbitan dokumen identitas lainnya serta pencantuman NIK berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pendaftaran Peristiwa Kependudukan


Paragraf 1
Perubahan Alamat

Pasal 18

(1) Dalam hal terjadi perubahan alamat penduduk, Instansi Pelaksana wajib menyelenggarakan penerbitan perubahan dokumen pendaftaran penduduk.

(2) Persyaratan dan tatacara penerbitan perubahan dokumen pendaftaran penduduk berpedoman pada Peraturan Menteri.

Paragraf 2
Pindah Datang Penduduk
dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Injdonesia

Pasal 19
(1) Penduduk Warga Negara Indonesia yang pindah ke daerah lain wajib melapor kepada Instansi Pelaksana untuk mendapatkan Surat Keterangan Pindah.
(2) Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah berdomisilinya Penduduk di alamat yang baru untuk waktu lebih dari 1 (satu) tahun atau berdasarkan kebutuhan yang bersangkutan untuk waktu yang kurang dari 1 (satu) tahun.

Pasal 20

(1) Penduduk Warga Negara Indonesia yang datang ke daerah wajib melapor kepada Instansi Pelaksana dengan membawa Surat Keterangan Pindah dari daerah asal agar dapat diterbitkan Surat Keterangan Pindah Datang.
(2) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK dan KTP bagi Penduduk Warga Negara Indonesia yang bersangkutan.
(3) Penduduk Warga Negara Indonesia yang datang ke daerah dan tidak dapat menunjukan Surat Keterangan Pindah dari daerah asal,hanya dapat diberikan Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS) yang berlaku selama 6 (enam) bulan

Pasal 21

Instansi Pelaksana wajib menyelenggarakan pendaftaran pindah datang Penduduk Warga Negara Indonesia yang bertransmigrasi.

Pasal 22

(1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang pindah ke daerah lain wajib melaporkan rencana kepindahannya kepada Instansi Pelaksana.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Pindah Datang.

Pasal 23

(1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang datang ke daerah wajib melaporkan kedatangan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan Surat Keterangan Pindah Datang dari daerah asal.
(2) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK, KTP atau Surat Keterangan Tempat Tinggal bagi Orang Asing yang bersangkutan.


Paragraf 3
Pindah Datang Antarnegara

Pasal 24
(1) Penduduk Warga Negara Indonesia yang pindah ke luar negeri wajib melaporkan rencana kepindahannya kepada Instansi Pelaksana.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri.

Pasal 25
(1) Warga Negara Indonesia yang datang dari luar negeri wajib melaporkan kedatangannya kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal kedatangan.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri sebagai dasar penerbitan KK dan KTP.



Bagian Ketiga
Pendataan Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan

Pasal 26

(1) Instansi Pelaksana wajib melakukan pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan yang meliputi :
a. penduduk korban bencana alam;
b. penduduk korban bencana sosial;
c. orang terlantar;
d. komunitas terpencil.
(2) Pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan di tempat sementara.
(3) Hasil pendataan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Keterangan Kependudukan untuk penduduk rentan administrasi kependudukan.
(4) Persyaratan dan tatacara pendataan penduduk rentan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Presiden.

Bagian Keempat
Pelaporan Penduduk Yang Tidak Mampu Mendaftarkan Sendiri

Pasal 27

(1) Penduduk yang tidak mampu melaksanakan sendiri pelaporan terhadap peristiwa kependudukan yang menyangkut dirinya sendiri dapat dibantu oleh Instansi Pelaksana atau meminta bantuan kepada orang lain.

(2) Ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Presiden.


BAB V

PENCATATAN SIPIL

Bagian Kesatu
Pencatatan Kelahiran

Paragraf 1
Pencatatan Kelahiran di daerah,
di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan di atas Kapal Laut atau Pesawat Terbang

Pasal 28

(1) Setiap kelahiran di daerah wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.
(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
(3) Kutipan Akta Kelahiran yang pelaporannya dilakukan tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan biaya.

Pasal 29

(1) Pencatatan Kelahiran dalam Register Akta Kelahiran dan Penerbitan Kutipan Akta Kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya atau keberadaan orang tuanya, didasarkan pada pelaporan orang yang menemukan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan dari Kepolisian.
(2) Kutipan Akta Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Pejabat Pencatatan Sipil dan disimpan oleh Instansi Pelaksana.

Pasal 30

(1) Kelahiran Warga Negara Indonesia di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah dicatat oleh instansi yang berwenang di negara setempat dan/ atau Perwakilan Republik Indonesia, maka pencatatan kelahiran tersebut wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Warga Negara Indonesia yang bersangkutan kembali ke daerah dengan membawa kutipan akta kelahiran.
(2) Pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direkam dalam database kependudukan dan diterbitkan tanda bukti pelaporan kelahiran di luar negeri.

Pasal 31

(1) Kelahiran Warga Negara Indonesia di atas kapal laut atau pesawat terbang dengan tujuan/ singgah ke daerah wajib dilaporkan kepada instansi pelaksana berdasarkan keterangan kelahiran dari nahkoda kapal laut atau kapten pesawat terbang.
(2) Dalam hal tempat tujuan atau tempat singgah kapal laut atau pesawat terbang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka berlaku kententuan yang sama sebagaimana diatur dalam pasal 30.

Pasal 32

Persyaratan dan tatacara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, 29, 30 dan 31 berpedoman pada Peraturan Presiden.

Paragraf 2
Pencatatan Kelahiran Yang Melampaui Batas Waktu

Pasal 33

(1) Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana.

(2) Pencatatan kelahiran yang melampuai batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri.

(3) Persyaratan dan tatacara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada Peraturan Presiden.

Bagian Kedua
Pencatatan Lahir Mati

Pasal 34

(1) Setiap lahir mati wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak lahir mati, untuk diterbitkan Surat Keterangan Lahir Mati.

(2) Persyaratan dan tatacara pencatatan lahir mati berpedoman pada Peraturan Presiden.

Bagian Ketiga
Pencatatan Perkawinan

Pasal 35

(1) Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilakukan di daerah wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.

(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan.

(3) Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing diberikan kepada suami dan isteri.

(4) Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) yaitu khusus bagi penduduk yang beragama Islam pelaporan perkawinan disampaikan kepada KUA Kec.

(5) Hasil pencatatan data perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang disampaikan oleh KUAKec kepada Instansi Pelaksana tidak memerlukan penerbitan kutipan akta pencatatan sipil.

(6) Pada tingkat Kecamatan, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada UPTD Instansi Pelaksana.

Pasal 36

Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi :
a. perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan; dan
b. perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di daerah atas permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.

Pasal 37

Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.


Pasal 38

(1) Penduduk yang berstatus Warga Negara Indonesia yang melakukan perkawinan di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan telah dicatat oleh instansi yang berwenang di negara setempat dan/ atau Perwakilan Republik Indonesia, maka pencatatan perkawinan tersebut wajib dilaporkan penduduk yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak penduduk yang bersangkutan kembali ke daerah dengan membawa Kutipan Akta Perkawinan.

(2) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), direkam dalam database kependudukan dan diterbitkan tanda bukti pelaporan perkawinan di luar negeri.

Pasal 39

Persyaratan dan tatacara pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35, 36, 37 dan 38 berpedoman pada Peraturan Presiden

Bagian Keempat
Pencatatan Pembatalan Perkawinan

Pasal 40

(1) Pembatalan perkawinan wajib dilaporkan oleh penduduk yang mengalami pembatalan perkawinan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah putusan pengadilan tentang pembatalan perkawinan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencabut Kutipan Akta Perkawinan dari kepemilikan subyek akta dan mengeluarkan Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan.


(3) Persyaratan dan tata cara pencatatan pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada Peraturan Presiden.

Bagian Kelima
Pencatatan Perceraian

Pasal 41

(1) Perceraian wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 40 (empat puluh) hari setelah putusan pengadilan tentang perceraian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Penacatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perceraian dan menerbitkan Kutipan Akta Perceraian.

Pasal 42

(1) Penduduk yang berstatus Warga Negara Indonesia yang melakukan Perceraian di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan telah dicatat oleh instansi yang berwenang di negara setempat dan/ atau Perwakilan Republik Indonesia, maka pencatatan perceraian tersebut wajib dilaporkan penduduk yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak penduduk yang bersangkutan kembali ke daerah dengan membawa Kutipan Akta Perceraian.

(2) Pencatatan Perceraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direkam pada database kependudukan dan diterbitkan tanda bukti pelaporan perceraian di luar negeri.

Pasal 43

Persyaratan dan tata cara pencatatan perceraian sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 dan 42 berpedoman pada Peraturan Presiden.

Bagian Keenam
Pembatalan Perceraian

Pasal 44

(1) Pembatalan perceraian bagi penduduk wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah putusan pengadilan tentang pembatalan perceraian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mencabut Kutipan Akta Perceraian dari kepemilikan subyek akta dan mengeluarkan Surat Ketarangan Pembatalan Perceraian.

(3) Persyaratan dan tata cara pencatatan pembatalan perceraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) berpedoman pada Peraturan Presiden.

Bagian Ketujuh
Pencatatan Kematian

Pasal 45

(1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.

(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkan Kutipan Akta Kematian.

(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan Surat Keterangan Kematian dari pihak yang berwenang.

(4) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan Pengadilan Negeri.

(5) Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya, Instansi Pelaksana melakukan pencatatan kematian berdasarkan keterangan dari kepolisian.

Pasal 46

Persyaratan dan tatacara pencatatan kematian sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 dan pencatatan kematian di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berpedoman pada Peraturan Presiden.

Bagian Kedelapan
Pencatatan Pengangkatan Anak,
Pengakuan Anak dan Pengesahan Anak

Paragraf 1
Pencatatan Pengangkatan Anak

Pasal 47

(1) Pencatatan pengangkatan anak dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan di tempat tinggal pemohon.

(2) Pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya salinan penetapan pengadilan oleh penduduk.

(3) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran.

Pasal 48

(1) Pengangkatan anak Warga Negara Asing yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatua Republik Indonesia dan telah dicatat oleh instansi yang berwenang di negara setempat dan/ atau Perwakilan Republik Indonesia, maka wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke daerah.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mengukuhkan Surat Keterangan Pengangkatan Anak.

Pasal 49

Persyaratan dan tatacara pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 dan 48 berpedoman pada Peraturan Presiden.

Paragraf 2
Pencatatan Pengakuan Anak

Pasal 50

(1) Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan.

(2) Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak yang lahir di luar hubungan perkawinan yang sah.

(3) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Pengakuan Anak dan menerbitkan Kutipan Akta Pengakuan Anak.

Pasal 51

Persyaratan dan tatacara pencatatan pengakuan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 berpedoman pada Peraturan Presiden.

Paragraf 3
Pencatatan Pengesahan Anak

Pasal 52

(1) Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orangtua kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan.

(2) Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengesahan anak yang lahir di luar hubungan perkawinan yang sah.


(3) Berdasarkan pelaporan pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada akta Kelahiran.


Pasal 53

Persyaratan dan tatacara pencatatan pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 berpedoman pada Peraturan Presiden.

Bagian Kesembilan
Pencatatan Perubahan Nama dan
Perubahan Status Kewarganegaraan

Paragraf 1
Pencatatan Perubahan Nama

Pasal 54

(1) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri tempat pemohon.

(2) Perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan Pengadilan Negeri oleh penduduk.

(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada Register Akta Pencatatan Sipil dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil.

Pasal 55

Persyaratan dan tatacara pencatatan pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 berpedoman pada Peraturan Presiden.

Paragraf 2
Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan

Pasal 56

(1) Perubahan status kewarganegaraan dari Warga Negara Asing menjadi Warga Negara Indonesia wajib dilaporkan oleh penduduk yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Berita Acara Pengucapan Sumpah atau Pernyataan Janji Setia oleh Pejabat.

(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada Register Akta Pencatatan Sipil dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil.

Pasal 57

Persyaratan dan tatacara pencatatan perubahan status kewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 dan pelepasan kewarganegaraan Indonesia berpedoman pada Peraturan Presiden.

Bagian Kesepuluh
Pencatatan Peristiwa Penting Lainnya

Pasal 58

(1) Pencatatan peristiwa penting lainnya dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil atas permintaan penduduk yang bersangkutan setelah adanya penetapan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Pencatatan peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan.

(3) Persyaratan dan tatacara pencatatan peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) berpedoman pada Peraturan Presiden.


Bagian Kesebelas
Pelaporan Penduduk Yang Tidak Mampu Melaporkan Sendiri

Pasal 59

(1) Penduduk yang tidak mampu melaksanakan sendiri pelaporan terhadap peristiwa penting yang menyangkut dirinya sendiri dapat dibantu oleh Instansi Pelaksana atau meminta bantuan kepada orang lain.

(2) Persyaratan dan tatacara pelaporan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Presiden.

BAB VI

DATA DAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN

Bagian Kesatu
Data Kependudukan

Pasal 60

(1) Data kependudukan terdiri atas data perseorangan dan/ atau data agregat penduduk.

(2) Data perseorangan meliputi :
a. nomor KK;
b. NIK;
c. nama lengkap:
d. jenis kelamin;
e. tempat lahir;
f. tanggal/bulan/tahun lahir;
g. golongan darah:
h. agama/kepercayaan;
i. status perkawinan;
j. status hubungan dalam keluarga;
k. cacat fisik dan/atau mental;
l. pendidikan terakhir:
m. jenis pekerjaan;
n. NIK ibu kandung;
o. nama ibu kandung;
p. NIK ayah;
q. nama ayah:
r. alamat sebelumnya;
s. alamat sekarang:
t. kepemilikan akta kelahiran/surat kenal lahir;
u. nomor akta kelahiran/nomor surat kenal lahir;
v. kepemilikan akta perkawinan/buku nikah;
w. nomor akta perkawinan/buku nikah;
x. tanggal perkawinan;
y. kepemilikan akta perceraian:
z. nomor akta perceraian/surat cerai;
aa. tanggal perceraian.

(3) Data agregat meliputi himpunan data perseorangan yang berupa data kuantitatif dan data kualitatif.

Bagian Kedua
Dokumen Kependudukan

Paragraf 1
Umum

Pasal 61

(1) Dokumen kependudukan meliputi :
a. Biodata penduduk;
b. KK;
c. KTP;
d. Surat Keterangan Kependudukan; dan
e. Akta Pencatatan Sipil.

(2) Surat keterangan kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi :
a. Surat Ketarangan Pindah;
b. Surat Ketarangan Pindah Datang;
c. Surat Keterangan Pindah Ke Luar Negeri;
d. Surat Keterangan Datang Dari Luar Negeri;
e. Surat Keterangan Identitas Penduduk;
f. Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Sementara;
g. Surat Keterangan Tinggal Sementara;
h. Surat Keterangan Tempat Tinggal;
i. Surat Keterangan Kelahiran;
j. Surat Keterangan Lahir Mati;
k. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan;
l. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian;
m. Surat Keterangan Kematian;
n. Surat Keterangan Pengangkatan Anak;
o. Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia;
p. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas; dan
q. Surat Keterangan Pencatatan Sipil.

(3) Biodata Penduduk, KK, KTP, Surat Keterangan Pindah Penduduk Warga Negara Indonesia antarkabupaten/ kota dalam satu provinsi dan antarprovinsi dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Warga Negara Indonesia antarkabupaten/kota dalam satu provinsi dan antarprovinsi dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Orang Asing dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri. Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk Orang Asing Tinggal Terbatas, Surat Keterangan Kelahiran untuk Orang Asing, Surat Keterangan Lahir Mati untuk Orang Asing, Surat Keterangan Kematian untuk Orang Asing, Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan, Surat Keterangan Pembatalan Perceraian, Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas, diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala Instansi Pelaksana.

(4) Surat Keterangan Pindah Penduduk Warga Negara Indonesia antarkecamatan di daerah, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Warga Negara Indonesia antarkecamatan di daerah, dapat diterbitkan dan ditandatangani oleh Camat atas nama Kepala Instansi Pelaksana.

(5) Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Warga Negara Indonesia dalam satu desa/ kelurahan, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Warga Negara Indonesia antardesa/ kelurahan dalam satu kecamatan, Surat Keterangan Kelahiran untuk Warga Negara Indonesia, Surat Keterangan Lahir Mati untuk Warga Negara Indonesia dan Surat Keterangan Kematian untuk Warga Negara Indonesia, dapat diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala Desa/ Lurah atas nama Kepala Instansi Pelaksana.

Paragraf 2
Biodata Penduduk

Pasal 62

Biodata penduduk paling sedikit memuat keterangan tentang nama, tempat dan tanggal lahir, alamat dan jatidiri lainnya secara lengkap, serta perubahan data sehubungan dengan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami.

Paragraf 3
Kartu Keluarga (KK)

Pasal 63

(1) KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal Iahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.

(2) Keterangan rnengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan

(3) Nomor KK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk selamanya, kecuali terjadi perubahan kepala keluarga.

(4) KK diterbitkan dan diberikan oleh Kepala Instansi Pelaksana kepada penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap.

(5) KK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan salah satu dasar penerbitan KTP.

Pasal 64

(1) Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap hanya diperbolehkan terdaftar dalam 1 (satu) KK.

(2) Perubahan susunan keluarga dalam KK wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya perubahan.

(3) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan KK.

Paragraf 4
Kartu Tanda Penduduk (KTP)

Pasal 65

(1) Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP.

(2) Orang Asing yang mengikuti status orangtuanya yang memiliki Izin Tinggal Tetap dan sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun wajib memiliki KTP.

(3) KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku secara nasional.

(4) Penduduk wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku Kartu Tanda Penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari sejak masa berlakunya telah berakhir.

(5) Penduduk yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk wajib membawa pada saat bepergian.

(6) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) Kartu Tanda Penduduk.

Pasal 66

(1) KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP, tandatangan pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya.


(2) Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.

(3) Dalam KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan ruang untuk memuat kode keamanan dan rekaman elektronik pencatatan peristiwa penting.

(4) Masa berlaku KTP :
a. untuk penduduk Warga Negara Indonesia berlaku selama 5 (lima) tahun;
b. untuk penduduk Orang Asing Tinggal Tetap disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal Tetap.

(5) Penduduk yang telah berusia 60 (enam puluh) tahun diberi KTP yang berlaku seumur hidup.

Paragraf 5
Surat Keterangan Kependudukan

Pasal 67

Surat Keterangan Kependudukan paling sedikit memuat keterangan tentang nama lengkap, NIK, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, agama, alamat, Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh seseorang.

Paragraf 6
Akta Pencatatan Sipil

Pasal 68

(1) Akta Pencatatan Sipil terdiri atas :
a. Register Akta Pencatatan Sipil; dan
b. Kutipan Akta Pencatatan Sipil.

(2) Akta Pencatatan Sipil berlaku selamanya.

Pasal 69

(1) Register Akta Pencatatan Sipil memuat seluruh data peristiwa penting.

(2) Data peristiwa penting yang berasal dari KUAKec diintegrasikan ke dalam database kependudukan dan tidak diterbitkan akta pencatatan sipil.

(3) Register Akta Pencatatan Sipil disimpan dan dirawat oleh Instansi Pelaksana.

(4) Register Akta Pencatatan Sipil memuat :
a. Jenis peristiwa penting;
b. NIK dan status kewarganegaraan;
c. Nama orang yang mengalami peristiwa penting;
d. Nama dan identitas pelapor;
e. Tempat dan tanggal peristiwa;


f. Nama dan identitas saksi;
g. Tempat dan tanggal dikeluarkannya akta; dan
h. Nama dan tandatangan Pejabat yang berwenang.

Pasal 70

(1) Kutipan Akta Pencatatan Sipil terdiri atas kutipan akta
a. Kelahirann;
b. Kematian;
c. Perkawinan;
d. Perceraian; dan
e. Pengakuan anak.

(2) Kutipan Akta Pencatatan Sipil memuat :
a. Jenis peristiwa penting;
b. NIK dan status kewarganegaraan;
c. Nama orang yang mengalami peristiwa penting;
d. Tempat dan tanggal peristiwa;
e. Tempat dan tanggal dikeluarkannya akta;
f. Nama dan tandatangan Pejabat yang berwenang;
g. Pernyataan kesesuaian kutipan tersebut dengan data yang terdapat dalam Register Akta Pencatatan Sipil.



Paragraf 7
Jangka Waktu Penerbitan Dokumen Kependudukan
dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil

Pasal 71

(1) Instansi Pelaksana atau Pejabat yang diberi kewenangan sesuai tanggung jawabnya, wajib menerbitkan dokumen kependudukan :
a. KK atau KTP paling lambat 14 (empat belas) hari:
b. Surat Keterangan Pindah paling lambat 14 (empat belas) hari;
c. Surat Keterangan Pindah Datang paling lambat 14 (empat belas) hari;
d. Surat Kerangan Pindah ke Luar Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari;
e. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari;
f. Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas paling lambat 14 (empat belas) hari;
g. Surat Keterangan Kelahiran paling lambat 14 (empat belas) hari;
h. Surat Keterangan Lahir Mati paling lambat 14 (empat belas) hari;
i. Surat Keterangan Kematian paling lambat 3 (tiga) hari;
j. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan paling lambat 7 (tujuh) hari; atau
k. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian paling lambat 7 (tujuh) hari; sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan.

(2) Pejabat Pencatatan Sipil wajib mencatat pada register akta Pencatatan Sipil dan menerbitkan kutipan akta Pencatatan Sipil paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan.

Paragraf 8
Pembetulan KTP dan Akta Pencatatan Sipil

Pasal 72

(1) Pembetulan KTP hanya dilakukan untuk KTP yang mengalami kesalahan tulis redaksional.

(2) Pembetulan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan atau tanpa permohonan dari orang yang menjadi subyek KTP.

(3) Pembetulan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Instasi Pelaksana.

Pasal 73

(1) Pembetulan akta pencatatan sipil hanya dilakukan untuk akta yang mengalami kesalahan tulis redaksional.

(2) Pembetulan akta pencatatan sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan atau tanpa permohonan dari orang yang menjadi subyek akta.

(3) Pembetulan akta pencatatan sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 74

Persyaratan dan tatacara pencatatan pembetulan akta pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 berpedoman pada Peraturan Presiden.

Paragraf 9
Pembatalan Akta Pencatatan Sipil

Pasal 75

(1) Pembatalan akta pencatatan sipil dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2) Berdasarkan putusan pengadilan mengenai pembatalan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada Register Akta dan mencabut kutipan akta-akta Pencatatan Sipil yang dibatalkan dari kepemilikan subyek akta.

Pasal 76

Dalam hal wilayah hukum pengadilan yang memutus pembatalan akta berbeda, maka salinan keputusan pengadilan disampaikan kepada Instansi Pelaksana oleh pemohon atau pengadilan.

Pasal 77

Persyaratan dan tatacara pencatatan pembatalan akta pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 dan 76 berpedoman pada Peraturan Presiden.



Paragraf 10
Spesifikasi dan Formulasi Kalimat

Pasal 78

Spesifikasi dan formulasi kalimat dalam biodata penduduk, blangko KK, KTP, Surat Keterangan Kependudukan, register dan kutipan akta pencatatan sipil berpedoman pada Peraturan Presiden.


BAB VII

PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL
SAAT NEGARA DALAM KEADAAN DARURAT DAN LUAR BIASA

Pasal 79

(1) Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil saat negara dalam keadaan darurat dilakukan oleh otoritas pemerintahan yang menjabat pada saat itu.

(2) Apabila keadaan sudah dinyatakan pulih, Instansi Pelaksana aktif mendata ulang dengan melakukan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.


Pasal 80

(1) Dalam hal terjadi keadaan luar biasa sebagai akibat bencana alam, Instansi Pelaksana wajib melakukan pendaftaran penduduk bagi pengungsi dan korban bencana alam.

(2) Instansi Pelaksana menerbitkan Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas atau Surat Keterangan Pencatatan Sipil berdasarkan hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas atau Surat Keterangan Pencatatan Sipil digunakan sebagai tanda bukti diri dan bahan pertimbangan untuk penerbitan dokumen kependudukan.

(4) Persyaratan dan tatacara penerbitan Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas atau Surat Keterangan Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri.


BAB VIII

SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (SIAK)

Bagian Kesatu
Tujuan SIAK

Pasal 81

Pengelolaan SIAK bertujuan :
a. meningkatkan kualitas pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;
b. menyediakan data dan informasi skala nasional dan daerah mengenai hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang akurat, lengkap, mutakhir dan mudah diakses;
c. mewujudkan pertukaran data secara sistematik melalui sistem pengenal tunggal dengan tetap menjamin kerahasiaan.

Bagian Kedua
Unsur SIAK

Pasal 82

SIAK merupakan satu kesatuan kegiatan terdiri dari unsur :
a. database;
b. perangkat teknologi informasi dan komunikasi;
c. sumber daya manusia;
d. pemegang hak akses;
e. lokasi database;
f. pengelolaan database;
g. pemeliharaan database;
h. pengamanan database;
i. pengawasan database;
j. data cadangan (back up data/ disaster recovery centre).


Bagian Ketiga
Pembiayaan

Pasal 83

(1) Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan penyelenggaraan SIAK dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai penyelenggaraan SIAK sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.

(3) Pembiayaan jaringan komunikasi data dalam pelaksanaan SIAK dari kecamatan ke kabupaten dan dari kabupaten ke provinsi merupakan beban Pemerintah Kabupaten.

BAB IX

PERLINDUNGAN DATA PRIBADI PENDUDUK

Pasal 84

(1) Data pribadi penduduk yang harus dilindungi memuat :
a. Nomor KK;
b. NIK;
c. Tanggal / bulan / tahun lahir;
d. Keterangan tentang kecacatan fisik / atau mental;
e. NIK ibu kandung;
f. NIK ayah; dan
g. Beberapa isi catatan peristiwa penting.

(2) Data Pribadi Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijaga kebenarannya dan dilindungi kerahasiaannya oleh Penyelenggara di daerah (Pemerintah Kabupaten) dan Instansi Pelaksana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 85

(1) Setiap Penduduk dapat dikenakani sanksi administratif berupa denda administratif apabila melampaui batas waktu pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dengan ketentuan :
a. Penduduk Warga Negara Indonesia paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah); dan
b. Penduduk Orang Asing paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(2) Dalam hal Pejabat pada Instansi Pelaksana melakukan tindakan atau sengaja melakukan tindakan yang memperlambat pengurusan Dokumen Kependudukan dalam batas waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang/ Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi berupa denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(3) Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus memperhatikan penetapan denda administratif yang diatur dalam Peraturan Presiden.

Pasal 86

(1) Setiap Penduduk yang berpergian tidak membawa KTP dapat dikenakan denda administratif paling banyak Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

(2) Setiap Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas yang berpergian tidak membawa Surat Keterangan Tempat Tinggal dikenai denda administratif dapat dikenakan denda administratif paling banyak Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah).

Pasal 87

Dalam hal penduduk sebagaimana dimaksud dalam pasal 96 ayat (1) dan orang asing sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat (2) tidak bersedia membayar denda administratif yang telah ditetapkan, Pemerintah Kabupaten dapat


melakukan pencabutan dan/ atau pembatalan akta pencatatan sipil dan dokumen kependudukan yang bersangkutan.


BAB XI

KETENTUAN PIDANA
Pasal 88

(1) Setiap orang diancam pidana denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) atau pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan apabila :
a. dengan sengaja memalsukan surat dan/ atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan peristiwa kependudukan dan/ atau peristiwa penting;
b. tanpa hak dengan sengaja mengubah, menambah atau mengurangi isi elemen data pada dokumen kependudukan;
c. tanpa hak mengakses database kependudukan;
d. tanpa hak mencetak, menerbitkan dan/ atau mendistribusikan blangko dokumen kependudukan;
e. dengan sengaja mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga lebih dari satu KK atau untuk memiliki Kartu Tanda Penduduk lebih dari satu.

(2) Ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dikenakan kepada pejabat dan petugas yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/ atau b.
.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) adalah pelanggaran.

(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) merupakan penerimaan daerah yang wajib disetorkan ke Kas Daerah.

BAB XII

PENYIDIKAN

Pasal 89

(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang Administrasi Kependudukan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugas penyidikan berwenang untuk:
a. menerima laporan atau pengaduan dari orang atau badan hukum tentang adanya dugaan tindak pidana Administrasi Kependudukan;
b. memeriksa laporan atau keterangan atas adanya dugaan tindak pidana administrasi kependudukan:
c. memanggil orang untuk diminta keterangannya atas adanya dugaan sebagaimana dimaksud pada huruf b; dan
d. membuat dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan.

(3) Pengangkatan, mutasi, dan pemberhentian Penyidik Pegawai Negeri Sipil, serta mekanisme penyidikan dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang¬ undangan.


BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 90

(1) Semua dokumen kependudukan yang telah diterbitkan atau yang telah ada pada saat Peraturan Daerah ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku menurut Peraturan Daerah ini.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk KK dan KTP sampai dengan batas waktu berlakunya atau diterbitkannya KK dan KTP yang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan Administrasi Kependudukan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini.

Pasal 92

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 7 Tahun 2002 tentang Kependudukan (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2002 Nomor 2 Seri D) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 93

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat

Ditetapkan di Pangkalan Bun
pada tanggal 17 April 2010

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT



DR. H. UJANG ISKANDAR, ST, M.Si

Diundangkan di Pangkalan Bun
pada tanggal 17 April 2010
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT



Drs. A. RIDUANSYAH H, M.Si
NIP. 19551010 197901 1 004
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
TAHUN 2010 NOMOR 1









LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
TAHUN 2010 NOMOR 1

Jumat, 08 April 2011

PEMBANTAIAN UMAT ISLAM SEPANJANG SEJARAH

Akumulasi informasi yang tidak seimbang tentang hubungan antara agama dan kekerasan yang didominasi oleh media Barat telah menjebak orang-orang Islam sendiri memandang Islam secara gegabah dan tidak seimbang. Banyak orang berpandangan Islam identik dengan kekerasan. Padahal, dalam sejarah, justru orang-orang Islamlah yang paling banyak menjadi korban kekerasan.

Canadian Islamic Congress mengkompilasi kejadian demi kejadian semenjak perang salib yang pertama (the Crusaders I, 1095-1099), dimana sekitar 70000 muslim di Jerussalem dibantai habis sampai dengan pembantain yang dilakukan oleh Israel atas bangsa Palestina saat ini.

Berikut adalah beberapa korban genosida Muslim sepanjang sejarah, sebagaimana dirilis oleh By The Canadian Islamic Congress:


1. 70.000 penduduk Yerusalem, sebagian besar umat Islam, dibantai oleh Tentara Salib Eropa pada tanggal 15 Juli 1099, pembantaian itu menyebabkan banjir darah sedalam pergelangan kaki.

2. Setelah pembantaian Antiokhia oleh Tentara Salib Eropa pada Juni 1098 dimana tak ada seorang Muslimpun masih hidup. Pembantaian juga terjadi di Asklan (1099), Aka (1104), Antiokhia (1098), Beruit (1110) dan Tropolie (1102).
3. Masa Inkuisisi di Spanyol dan Portugal (1834), pilihan bagi umat Islam adalah pergi, konversi atau dibakar di tiang. Keputusan tersebut baru dicabut pada 15 Juli 1834, setelah semua Muslim terbunuh atau lari. Pembantaian Muslim juga terjadi di Toledo (1085), Lisbon (1147), Cordoba (1236), Seville (1248), Maria (1266) dan Granada (1492).

3. Mongol membantai jutaan Muslim di India, Persia, Irak dan Asia Tengah, termasuk membantai Khalifah Abbasia dan pejabat-nya (1219-1260).

4. Peristiwa the Sack of Baghdad (13 Februari 1258) membantai penduduk selama lebih dari 17 hari di mana dua juta umat Islam dibantai di sana.

5. Di Bosnia, Kosovo dan Chechnya (1992-sekarang), lebih dari 200.000 Muslim dibantai dan lebih dari 1,5 juta Muslim terluka, menjadi tunawisma atau diasingkan. Lebih dari 50.000 muslim wanita dan anak perempuan diperkosa.

6. Masa awal berdirnya Amerika, sekitar 15 juta orang Afrika dibawa sebagai budak ke Amerika. Lebih dari setengahnya adalah Muslim. Lebih dari 3 juta tewas di laut, lebih dari setengahnya adalah Muslim.

7. Setelah pembantaian Deir Yassin, Palestina, 9-10 April 1948, dimana 250 dibunuh oleh pemukim Yahudi bersenjata, sekitar 100 ribu meninggalkan rumah mereka karena ketakutan. Dan saat ini lebih dari 3 juta warga Palestina menjadi pengungsi atau dan orang-orang buangan.

8. Tentara Israel Letnan Dunhan melaporkan kepada petugas perintahnya, setelah 29 Oktober 1956 pada pembantaian Kafr Qasem,” 43 telah ditembak tidak termasuk 15 yang dari Arab … sulit untuk dihitung …”

9. Selama 15-18 September 1982, milisi Phalagist yang didukung Israel membantai 50.000 orang Palestina, diperkirakan di kamp pengungsi Sabra dan Shatila di Libanon.

10. Selama tahun 1932-1957, di kamp konsentrasi Vorkuta Arktik, Rusia, sebanyak 6 juta orang meninggal dan lebih dari sepertiganya adalah Muslim.

11. Pada tanggal 25 Februari 1994, warga Yahudi menembak mati dengan darah dingin sebanyak 60 Muslim di Masjid Ibrahimi, Hebron. Selanjutnya tiga puluh orang lebih meninggal ketika mereka berdemonstrasi menentang pembantaian tersebut.

12. Pada tanggal 16 Maret 1988, di kota Kurdi Halabja (populasi 45.000), Irak, dibombardir dengan senjata kimia (oleh rezim Saddam Husain). 5.000 orang diperkirakan meninggal dan 1.000 lainnya mengalami luka serius.

13. Selama 8 tahun terakhir, pasca invasi Amerika ke Irak, seluruh penduduk Irak berada dalam kondisi horror, lebih dari 1 juta meninggal termasuk 575.000 anak-anak.

14. Ribuan Muslim dibantai di Filipina, Kashmir dan Thailand (sejak 1970′s-sekarang).

15. Pada tanggal 18 April 1996, lebih dari 100 Muslim dibantai di kompleks PBB di Qana, Lebanon oleh tentara Israel.

16. Jutaan warga sipil Muslim dibantai oleh kekuatan kekaisaran Eropa di Afrika dan Asia (1500 ke 1900-an).

17. Ratusan ribu Muslim di bantai selama dan sebelum partisi India pada 1940-an.

18. Ribuan warga sipil Muslim menjadi korban pemboman Israel dan pemboman di Lebanon Selatan selama 26 tahun terakhir. Ratusan ribu orang mengungsi.

SAKIT YANG MENYIKSA

Ketika datang sakit yang menyiksa maka sakit bisa menjadi nilai ibadah, bila kita mensyukuri bahwa sesungguhnya sakit bertanda agar kita lebih mendekatkan diri kepada Allah. Ada orang yang ketika sehat lupa diri, tidak pernah mengerjakan sholat lima waktu, zakat maupun shodaqoh maka Allah memberikan sakit untuk mengingatkan tentang kehidupan kita sebagai hamba adalah milik Allah. Sama seperti halnya seorang bapak semasa sehat dirinya lupa namun disaat sakit telah membuatnya lebih bersabar karena dirinya yakin itu adalah wujud kasih sayang Allah pada dirinya. Awalnya ia mengetahui bahwa dirinya menderita 'Verkalking', yakni sakit disebabkan pengapuran pada persendian kaki sehingga kalau digerakkan kakinya terasa sangat sakit menyiksa. Menurut dokter ahli tulang tempat dimana ia berobat mengatakan jalan satu-satunya untuk menyembuhkan sakit adalah dengan operasi.

Beliau tidak malah langsung melaksanakan saran dokter namun malah bersama anak dan istrinya malah bershodaqoh untuk Rumah Amalia. Keyakinannya bahwa 'Obatilah orang-orang sakit dengan shodaqoh dan bentengilah harta kalian dengan zakat dan tolaklah bala' dengan doa' 'itulah satu-satunya cara kami memohon pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar diberikan kesembuhan.' begitu tuturnya.

Entahlah, apa yang sesungguhnya terjadi, begitu bangun untuk menunaikan sholat subuh, beliau tidak lagi merasakan sakit pada persendian kakinya. begitu siangnya pak haji segera mendatangi dokter langgananannya untuk memeriksakan kesehatan kakinya. Setelah dipoto, ternyata pengapuran pada sendi kakinya telah hilang. Dokternya bertanya, apakah dia telah menjalani operasi?' Ia menjawab, 'saya tak pernah operasi, hanya meminta kepada Allah agar disembuhkan. Sang dokter itu mengakui bahwa kalau Allah Subhanahu Wa Ta'ala berkehendak, semua pasti terjadi.'

Dari berbagai peristiwa yang telah beliau alami, perubahan sifat yang dulunya pemarah sekarang menjadi lebih sabar dan penyayang terhadap keluarganya. Sholat yang dulu tidak pernah dikerjakan, sekarang lebih tertib & tepat waktu. Zakat & shodaqoh lebih giat dilakukannya. Perubahan sikapnya semakin dirasakan oleh keluarganya sejak sakitnya parah. Begitu luar biasanya Allah memberikan pelajaran kemudian juga menyembuhkan pada persendian yang dideritanya namun juga sekaligus menyembuhkan penyakit hatinya.

'Obatilah orang yang sakit dengan shodaqoh, bentengilah harta kalian dengan zakat dan tolaklah bencana dengan berdoa (HR. Baihaqi).